Mengapa Tertawa Menular: Antara Sains dan Spiritualitas Islam
- 19 July 2025
- Oleh Redaksi Santri Bangkit

Santri Bangkit – Di tengah hiruk pikuk dunia yang penuh tekanan, satu hal sederhana seperti tertawa bisa menjadi penyelamat. Bukan hanya karena rasanya menyenangkan, tapi karena tertawa punya kekuatan ajaib: ia menular.
Pernahkah kamu mendengar seseorang tertawa, lalu tiba-tiba kamu ikut tersenyum atau tertawa meski tak tahu apa yang lucu? Itu bukan hal aneh. Ilmu pengetahuan telah lama membuktikan bahwa tertawa bisa menular, dan ini berkaitan langsung dengan struktur otak kita.
Penjelasan Ilmiah: Mirror Neuron dan Hormon Bahagia
Menurut penelitian dalam bidang neurosains, manusia memiliki apa yang disebut dengan mirror neurons—neuron cermin. Neuron ini memungkinkan kita untuk meniru atau “memantulkan” perilaku orang lain secara otomatis. Jadi, ketika kita melihat seseorang tertawa, otak kita ikut mengaktifkan area yang sama, membuat kita ingin tertawa juga.
Studi dari University College London menunjukkan bahwa tertawa merangsang bagian otak yang merespons suara positif, dan otak kita seperti “terprogram” untuk ikut serta.
Lebih dari itu, tertawa memicu pelepasan endorfin, hormon yang mengurangi rasa sakit dan memberi rasa senang. Bahkan, hanya berpura-pura tertawa selama 30 detik bisa menghasilkan reaksi kimia yang menurunkan stres, memperkuat sistem imun, dan mengendurkan otot-otot tegang.
Tertawa dalam Islam: Sunnah dan Cerminan Akhlak Nabi
Tertawa dalam Islam bukan hanya boleh, tapi bisa menjadi ibadah, asalkan tidak berlebihan. Nabi Muhammad ﷺ adalah sosok yang seimbang: beliau menangis karena takut kepada Allah, dan beliau juga tersenyum dan tertawa bersama sahabat-sahabatnya.
Dalam banyak riwayat, diceritakan bahwa Nabi ﷺ sering tersenyum, bahkan kadang tertawa hingga terlihat gigi gerahamnya.
“Tidaklah Rasulullah ﷺ duduk bersama kami kecuali beliau tersenyum.”
(HR. Tirmidzi, no. 3641. Shahih menurut al-Albani)
Dari Jabir bin Samurah رضي الله عنه berkata:
“Aku sering duduk bersama Rasulullah ﷺ. Beliau sering diam, dan apabila berbicara, maka beliau tertawa hanya dengan senyum, sampai terlihat gigi gerahamnya.”
(HR. Muslim, no. 2475)
Tertawa Rasulullah ﷺ tidak berlebihan, tidak mengejek, dan tidak merendahkan orang lain. Ini menjadi teladan bahwa tertawa adalah bagian dari adab dan kasih sayang, bukan sekadar hiburan kosong.
Bahagia Saat Stres: Tanda Ketahanan dan Tawakal
Kebahagiaan bukan berarti hidup tanpa masalah. Tapi kemampuan untuk tetap tertawa di tengah cobaan adalah bentuk ketahanan jiwa dan kepercayaan kepada Allah. Dalam Al-Qur’an, Allah menyebutkan bahwa Dialah yang menciptakan tawa dan tangis:
“Dan Dia-lah yang menjadikan orang tertawa dan menangis.”
(QS. An-Najm: 43)
Artinya, tertawa itu adalah fitrah dan bagian dari rahmat Allah. Menjaga kegembiraan hati adalah cara kita bersyukur dan tetap berprasangka baik kepada Allah, meski hidup sedang sulit.
Rasulullah ﷺ pun menghibur sahabat-sahabatnya, bercanda dengan santun, dan menciptakan suasana yang ringan di tengah tekanan dakwah. Ini menunjukkan bahwa tertawa bisa menjadi alat dakwah yang lembut, bukan kelemahan.
Tertawa: Kekuatan Jiwa yang Menular
Tertawa itu menular karena tubuh dan jiwa manusia saling beresonansi. Satu senyuman bisa meruntuhkan dinding-dinding stres yang kokoh. Dalam komunitas, tawa bisa mempererat ikatan sosial, meningkatkan empati, dan menenangkan konflik. Dalam ibadah, tawa yang lembut dan santun bisa menjadi sedekah paling sederhana.
Maka, jangan ragu untuk tersenyum dan tertawa—bahkan ketika dunia sedang berat. Karena mungkin, tawa itu bukan hanya untukmu. Mungkin, ia adalah obat bagi orang lain yang sedang patah… dan kamu sedang menjadi perpanjangan tangan dari kasih sayang Allah.
Referensi
- University College London (UCL), Neuroscience study on contagious laughter.
- “Mirror Neurons and the social brain”, Scientific American, V.S. Ramachandran.
- Shahih Muslim, Hadis no. 2475, riwayat Jabir bin Samurah tentang Nabi tertawa terlihat gerahamnya.
- HR. Tirmidzi no. 3641 tentang Nabi ﷺ selalu tersenyum.
- Al-Qur’an, Surat An-Najm ayat 43.
- Al-Albani, Silsilah al-Ahadits as-Shahihah, takhrij hadis-hadis tentang senyum Nabi ﷺ.