Membaca, Menulis, dan Berkhidmat: Tiga Pilar Santri dalam Tradisi Ulama NU
- 15 July 2025
- Oleh Redaksi Santri Bangkit

Santri Bangkit – Dalam tradisi Nahdlatul Ulama, membaca, menulis, dan berkhidmat bukanlah sekadar aktivitas biasa, melainkan pilar utama dalam perjalanan hidup seorang penuntut ilmu. Ketiganya menjadi jalan menuju keberkahan ilmu, kedalaman pemahaman, dan keluhuran akhlak.
Pertama: Membaca (Qirā’ah)
Membaca adalah pintu pertama dalam menuntut ilmu. Para ulama NU menekankan bahwa perintah pertama yang turun kepada Nabi Muhammad adalah “Iqra’” bacalah. Ini bukan sekadar perintah teknis, melainkan ajakan untuk memahami, merenung, dan menyelami hakikat kehidupan melalui ilmu. Di pesantren-pesantren NU, membaca tidak hanya berarti memahami isi kitab, tetapi juga menyambung sanad keilmuan dengan para ulama salaf. Santri diajarkan untuk membaca dengan penuh adab, dengan hati yang khusyuk, seakan sedang berbincang dengan para penulis kitab. Membaca menjadi sarana taqarrub kepada Allah, bukan sekadar rutinitas intelektual.
Kedua: Menulis (Kitābah)
Menulis dalam pandangan Ulama’ NU adalah upaya mengabadikan ilmu dan menyebarkannya kepada umat. Ulama besar seperti KH. Bisri Mustofa, KH. Ali Maksum, hingga KH. Sahal Mahfudz dikenal sangat produktif menulis kitab, artikel, dan nasihat. Menulis bukan semata untuk aktualisasi diri, tetapi sebagai bentuk Tanggung Jawab Terhadap ilmu yang Allah titipkan.
Menulis adalah ibadah yang pahalanya terus mengalir, sebagaimana sabda Nabi tentang “ilmu yang bermanfaat”. Dalam tradisi pesantren, santri dilatih untuk menyalin, mencatat, dan bahkan menulis ulang pelajaran dengan tulisan tangan isebagai bagian dari melekatkan ilmu ke jjdalam hati.
Ketiga: Berkhidmat (Khidmat)
Berkhidmah adalah ruh dari pendidikan pesantren. Ia adalah bentuk pengabdian dan pelayanan, baik kepada guru, ilmu, maupun masyarakat. Seorang santri tidak hanya belajar untuk dirinya sendiri, tapi juga melayani ilmu dengan adab, membersihkan tempat belajar, menyiapkan kitab untuk guru, hingga membantu warga sekitar pesantren.
Dalam pandangan Ulama’ NU khidmah adalah jalan memperoleh ilmu yang penuh berkah, bahkan lebih cepat menghantarkan seseorang kepada kemuliaan dibanding hanya mengejar gelar dan kepintaran.
Kesimpulan
Dalam pandangan Ulama’ NU, membaca mengasah akal, menulis menanamkan ilmu, dan berkhidmat menyucikan jiwa.
Ketiganya tidak bisa dipisahkan dalam pembentukan insan paripurna. Santri yang gemar membaca akan luas wawasannya. Santri yang rajin menulis akan kuat hafalannya. Dan santri yang ikhlas berkhidmat akan tinggi derajatnya di sisi Allah.
Inilah wajah pendidikan pesantren: mencetak generasi yang berilmu, beradab, dan siap mengabdi. Sebuah warisan luhur dari para Ulama’ yang senantiasa menanamkan bahwa ilmu bukan hanya untuk dipahami, tetapi juga untuk diamalkan dan dimuliakan.
Ditulis oleh : Ustd. H. Ujang Hasan Basri (Santri, Alumni Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Beliau juga sebagai Pembimbing Ibadah Umrah Haji di Sarana Umrah, Bekasi).