Mansa Musa : Kaisar Emas dan Warisan Keilmuan Islam di Jantung Afrika

Ilustrasi : Mansa Musa Melakukan Perjalan Ibadah haji 1324M

Santri Bangkit – Mansa Musa, atau Musa I dari Mali, adalah salah satu tokoh paling legendaris dalam sejarah Afrika dan Islam. Ia memerintah Kekaisaran Mali pada abad ke-14 (sekitar tahun 1312–1337 M), masa ketika kekaisaran tersebut berada di puncak kejayaannya. Mansa Musa dikenal bukan hanya karena kekayaan luar biasanya—yang oleh banyak sejarawan dianggap sebagai salah satu manusia terkaya yang pernah hidup di muka bumi—tetapi juga karena pengaruhnya dalam menyebarkan Islam, mengembangkan ilmu pengetahuan, dan memperkuat infrastruktur kultural di Afrika Barat.

Ia adalah keturunan dari dinasti Keita, dan mewarisi takhta Mali setelah pendahulunya tidak kembali dari ekspedisi ke laut Atlantik. Di bawah kepemimpinannya, Mali menjadi pusat perdagangan emas, garam, dan budak, sekaligus rumah bagi budaya Islam yang berkembang pesat.

Perjalanan Haji yang Menggemparkan Dunia

Pada tahun 1324 M, Mansa Musa melaksanakan ibadah haji ke Mekkah—sebuah perjalanan spiritual yang juga menjadi pernyataan politik dan ekonomi luar biasa. Dengan rombongan yang diperkirakan terdiri dari 60.000 orang, termasuk para budak, pengawal, dan pejabat kerajaan, serta 100 unta yang masing-masing membawa ratusan kilogram emas, perjalanannya meninggalkan jejak mencolok dari Afrika Barat hingga jantung dunia Islam.

Ilustrasi : Mansa Musa membagikan emas dalam perjalanan haji

Dalam perjalanan melalui Kairo, Mansa Musa tidak hanya menarik perhatian karena kekayaannya, tetapi juga karena kemurahan hatinya. Ia membagikan emas dalam jumlah besar kepada rakyat dan penguasa setempat. Bahkan, saking banyaknya emas yang ia bagikan, nilai emas turun drastis di wilayah tersebut, menyebabkan inflasi yang bertahan selama lebih dari satu dekade—fenomena ekonomi langka yang dicatat oleh para sejarawan Muslim dan Eropa kala itu.

Perjalanan ini membuat nama Mali dan Mansa Musa dikenal hingga ke Eropa, yang saat itu mulai mendokumentasikan peta dunia yang memasukkan “Emperor of Mali” duduk di atas takhta emas di Afrika Barat.

Kekayaan yang Mengubah Kota dan Peradaban

Namun, kekayaan Mansa Musa tidak hanya ia hamburkan. Dalam perjalanan kembali dari haji, ia membawa serta para arsitek, seniman, cendekiawan, dan ulama dari Timur Tengah untuk membangun dan memperkuat lembaga-lembaga keilmuan dan keagamaan di tanah airnya. Di kota Timbuktu—yang kemudian menjadi simbol kejayaan budaya dan ilmu Afrika—ia membangun masjid-masjid megah dan madrasah-madrasah penting.

Ilustrasi : Sankore

Universitas Sankore dan Ulama Besar

Salah satu warisan terbesar Mansa Musa adalah pengembangan Universitas Sankore di Timbuktu, yang pada masa itu menjadi salah satu pusat pembelajaran paling bergengsi di dunia Islam—sebanding dengan Universitas Al-Azhar di Kairo atau Qurtubah di Andalusia. Di sini, ribuan manuskrip ditulis dan dikoleksi, membahas berbagai ilmu dari fikih, tafsir, kedokteran, matematika, hingga astronomi.

Universitas ini juga menghasilkan banyak ulama besar, salah satunya adalah Ahmad Baba al-Timbukti, seorang cendekiawan dan ahli hukum Islam yang sangat dihormati. Ia dikenal telah menulis lebih dari 40 karya ilmiah, terutama dalam bidang hukum dan sejarah, serta berperan besar dalam menjaga tradisi keilmuan Afrika Barat yang berakar pada Islam.

Paradigma Barat terhadap Islam dan Afrika

Selama berabad-abad, narasi sejarah yang dominan di Barat cenderung merendahkan kontribusi Afrika dan umat Islam dalam peradaban dunia. Afrika sering digambarkan sebagai benua tanpa sejarah, dan Islam—khususnya Islam Afrika—diperlakukan sebagai pinggiran.

Namun, kisah Mansa Musa dan kebesaran intelektual Sankore membalikkan narasi ini. Ia membuktikan bahwa Afrika bukan hanya bagian dari sejarah dunia, tetapi adalah pusatnya. Kekayaan, visi keagamaan, dan komitmen terhadap ilmu pengetahuan yang ditunjukkan oleh Mansa Musa menjadi bukti nyata bahwa Afrika memiliki warisan peradaban yang sangat maju—jauh dari bayangan kolonialisme dan stereotip modern.

Ilustrasi : Sankore

Sankore Saat Ini

Meskipun tidak lagi berfungsi sepenuhnya sebagai universitas seperti pada masa keemasan, Sankore dan perpustakaan-perpustakaan tua di Timbuktu masih berdiri hingga hari ini. Ribuan manuskrip kuno tersimpan di sana—meski sebagian besar dalam kondisi rawan dan membutuhkan pelestarian. Upaya konservasi manuskrip Sankore terus dilakukan oleh berbagai organisasi internasional, terutama setelah konflik bersenjata di Mali beberapa tahun terakhir yang mengancam warisan ini.

Sankore hari ini bukan hanya simbol masa lalu yang gemilang, tapi juga menjadi pusat perhatian dunia sebagai bukti konkret bahwa Afrika pernah dan masih mampu menjadi pusat ilmu pengetahuan dan kemajuan.

Penutup

Mansa Musa adalah lambang dari kekayaan yang digunakan untuk kebaikan, kekuasaan yang ditundukkan oleh iman, dan peradaban yang ditopang oleh ilmu. Kisahnya tidak hanya layak dikenang, tetapi juga disebarluaskan sebagai bagian dari narasi dunia Islam dan Afrika yang selama ini kurang diberi tempat dalam sejarah global.

Referensi:

  1. Levtzion, N. Ancient Ghana and Mali, Methuen & Co., 1973.
  2. Hunwick, J. O. Timbuktu and the Songhay Empire: Al-Sadi’s Tarikh al-Sudan, Brill, 2003.
  3. Britannica.com: Mansa Musa – Mali Emperor
  4. Oxford Islamic Studies Online: [Mali Empire]
  5. UNESCO: Manuscripts of Timbuktu
  6. Smithsonian Magazine: “The Golden Age of Timbuktu”

Tags

Share